EkSpReSiQ

EkSpReSiQ
Ngantor ala Bisnis d'BCN

Sabtu, 03 April 2010

Contoh Pidato

Assalamu’ikum Wr. Wb.

Yth. Ibu Dhiana selaku dewan juri

Dan rekan-rekanku dari kelas XII IPA 4 yang tercinta

Selamat pagi !

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah kita dapat berkumpul di sini dalam keadaan sehat walafiat.

Masih teringat jelas dalam ingatan kita bahwa satu tahun belakangan ini banyak sekali terjadi bencana. Baik bencana yang diakibatkan oleh alam maupun yang disebabkan oleh ulah manusia. Banyak sekali kerugian yang disebabkan oleh bencana tersebut. Contohnya saja bencana banjir yang terjadi di Jombang, Bojonegoro, dan di daerah lain. Dari bencana banjir tersebut banyak sekali saudara kita yang kehilangan harta bendanya, bahkan sampai terdapat korban jiwa pula.

Nah, teman-teman yang saya muliakan. Melihat hal tersebut, sebagai generasi muda penerus bangsa, marilah kita menyempatkan diri untuk ikut memikirkan solusi ataupun cara yang tepat untuk mengatasi masalah bencana banjir ini. Seperti telah kita ketahui bencana banjir yang terjadi belakangan ini bukanlah bencana yang disebabkan oleh alam, melainkan akibat ulah manusia sendiri yang membuang sampah di sungai. Untuk itu kita sebagai pelajar yang lebih paham mengenai masalah ini daripada orang awam. Ada baiknya kita menghimbau kepada masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya. Tetapi lebih baik lagi apabila kita memulai hal tersebut dari diri kita sendiri dengan membiasakan diri untuk mengantarkan sampah ke dalam rumahnya. Sehingga di saat kita berada di dalam masyarakat, kita sudah terbiasa melakukan hal tersebut untuk secara langsung memberi contoh kepada masyarakat sekitar.

Untuk itu teman-teman yang saya sayangi, marilah mulai dari sekarang kita membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya.

Demikianlah pidato dari saya, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalumu’alaikum Wr. Wb.

Nama : Debbya Alfa Damayanti

Kelas / Absen : XII IPA 4 / 13

Sabtu, 27 Maret 2010

Cerpen

Uang Dito

Sesosok anak lelaki dekil penampilannya pulang ke rumah dengan langkah lunglai. Sesampainya di rumah, sang ibu langsung bertanya “Kamu kenapa nak? Pulang main dari rumah teman kok murung gitu?” “Aduh bu, gimana nggak murung muka anak ibu yang paling tampan ini? Hehehehe” canda anak lelaki itu. Inilah Dito, anak tunggal yang humoris dari ayah seorang tukang becak dan ibu rumah tangga biasa. Kemudian anak lelaki tersebut, Dito, melanjutkan perkataannya setelah melihat ibunya tertawa mendengar candanya “Aku tadi kan main di rumah Tono sama Basil, Igor, dan Zuhri. Saat asyik bermain dengan mainan Tono eh.... tiba-tiba ibu Tono datang dari kantornya dan bilang sama Basil, Igor, Zuhri dan aku untuk tidak memakai mainan Tono dan kita disuruh pulang.” "Oalaha nak, nggak usah dipikirin, toh emang itu bukan mainanmu. kalau memang itu mainan Tono, ya ibunya Tono juga punya hak untuk mengatur mainan anaknya. sudah, nggak usah dipikirin. makan sana. ibu udah siapin makanan kesukaan kamu." ucap ibu Dito. "Ah, beneran bu. ibu memang ngerti apa yang aku mau." balas Dito. lalu ibu Dito membalas ucapan Dito dengan "ya, iyalah. ibukan, ibunya Dito. jadi tahu apa yang Dito mau donk."
Keesokkan harinya, sepulang sekolah Dito menemukan dompet yang usang di jalan, dia melihat di kanan (sepi), di kiri (hening), baik di kanan maupun di kiri tidak ada orang lain selain Dito. Ia melihat di dalam dompet tersebut ia menemukan selembar uang lima ribu rupiah yang sudah lusuh serta hampir sobek dan beberapa kartu, yang Dito tidak tahu digunakan untuk apa. Akhirnya ia putuskan untuk membawa pulang uang tersebut.
“Kebetulan aku sedang menginginkan mobil-mobilan seperti punya teman-temanku. Aku pakai saja uang ini, aku kira orang yang mempunyai uang ini tidak akan mencarinya, kan uang ini juga sangat lusuh. Jadi aku pakai saja mumpung masih bisa digunakan.” Pikirnya dalam hati. “Tapi sayang toko mainannya hari ini tutup, jadi besok saja aku beli.”
Sesampainya di rumah, Dito meletakkan uang itu di bawah bantalnya, karena ia pikir itulah tempat yang aman. Setelah sholat dan makan siang, iapun tidur. Dito tidak tenang dalam tidurnya. Ia bermimpi dompet yang ia temukan tadi mengejarnya dan berteriak dengan keras “Kembalikan kami, kembalikan kami.” Dito pun bangun sambil berteriak “Jangan…., jangan sakiti aku.” Karena teriakan Dito itu, ibunya bertanya “Ada apa Dito, kenapa kamu berteriak-teriak seperti itu?.” Dito pun menjelaskan mimpinya dan masalah dompet yang ia temukan kepada ibunya.
Ibunya pun berkata “Makanya Dito, kalau menemukan barang itu langsung dikembalikan kepada yang punya. Tapi kalau memang kita tidak tahu siapa yang punya kita serahkan saja ke kantor polisi.” Hening......Dito pun memikirkan apa yang baru saja ibunya katakan. Ibunya pun kembali bertanya ”Dit, kok malah diam saja. Ibu kan tidak pernah mengajarkan kamu untuk mengambil barang yang bukan milik kamu.” “Baiklah bu, kalau begitu sekarang saya akan ke kantor polisi untuk menyerahkan dompet ini.” Kata Dito. “Apa kamu mau ibu antar ke kantor polisi nak?” tanya ibu Dito.
Baiklah nak, hati-hati di jalan.” Kata ibunya. “Ya bu.” Jawab Dito.
Beberapa hari kemudian tiba-tiba ada tamu yang mencari Dito. Tamu tersebut berkata “Terima kasih nak, karena telah menyerahkan dompet saya yang terjatuh ke kantor polisi sehingga saya bisa menemukannya. Di dalam dompet ini memang uangnya tidak penting, tetapi kartu-kartunya yang penting buat saya.” “Ini ada sebuah hadiah, sebagai ucapan terima kasih saya.” Kata sang tamu sambil memberikan bingkisan. “Oh, sama-sama pak. Terima kasih atas pemberiannya. Memang merupakan kewajiban setiap orang untuk mengembalikan barang yang bukan miliknya.” Jawab Dito. “Baiklah saya permisi dulu.” Kata sang tamu sambil berlalu pergi.
Dito pun langsung membuka hadiah tersebut dan betapa senangnya ia karena hadiah tersebut adalah mobil-mobilan yang ia inginkan.
CREATED BY :
DAD



PENGAMEN JUGA INGIN SEKOLAH

Di sudut kampung yang kumuh, duduklah seorang anak termenung menatap langit. Dia terlihat lusuh dan sedih. Bagaimana tidak, hidupnya yang ia rasa sudah sengsara, ternyata bertambah sengsara dikarenakan ayahnya baru saja meninggal dunia. Dia bergumam, “Ayah, mengapa ayah meninggalkan aku dan ibu? Apakah ayah tidak sayang padaku dan ibu?” 59
Tiba-tiba ibunya menghampirinya dan berkata, “Sedang apa di sini Din?” Dini yang sedang melamun, kaget mendengar suara dan tanpa ia lihat sampingnya, langsung berdiri dan dengan sumingrahnya ia lantas berkata, “Ayah, kaukah itu?” “Waduh...., Dini kamu sedang melamun ya? Masak ibu kamu panggil ayah, kan suara ibumu yang cantik ini sudah pasti berbeda dengan suara ayahmu yang besar kayak raksasa itu?” Canda ibu Dini. “Ah, ibu kok gitu sih, ayahkan sudah meninggal? Kok ibu kayak gitu sih?” Kata Dini dengan lugunya. “Nah itu kamu tahu, kalau ayah kamu sudah meninggal, kenapa kamu masih memikirkan ayahmu yang sudah bahagia berada di sisi Tuhan?” Nasihat ibunya. “Habisnya Dini bingung, sewaktu ayah masih hidup saja kita sudah hidup pas-pasan, apalagi sekarang setelah ayah telah tiada? Mana sebentar lagi Dini kan mau masuk sekolah? Nanti yang biayain Dini sekolah siapa?” Ucap Dini panjang lebar. “Sudahlah nak, kita tidak boleh membuat ayahmu sedih di alam sana. Urusan biaya sekolahmu, biarlah ibu yang mengurusnya. Kamu belajar saja yang rajin agar nanti saat kamu sudah sekolah dapat mengikuti pelajaran yang diberikan.” Kata ibu Dini. “Ya bu, Dini siap melaksanakan perintah ibu.” Ucap Dini memberi hormat kepada ibunya layaknya prajurit menerima perintah dari komandannya. 107
Bulan-bulan selanjutnya Dini mengamati dan merasa ibunya selalu terlihat kecapekan dan kelelahan sepulang kerja. Ia bergumam, “Setiap kali ibu pulang kerja selalu terlihat capek dan lelah. Udah gitu badan ibu semakin hari semakin kurus. Kasihan, ibuku melakukan semua ini untuk menghidupi kami berdua. Belum lagi biaya untuk aku masuk sekolah yang tinggal beberapa bulan lagi.” Suasana menjadi hening. Tiba-tiba Dini melompat sambil berteriak, “Aha, bagaimana kalau sewaktu ibu sedang bekerja aku membantu ibu mencari uang dengan mengamen tanpa sepengetahuan ibu! Kan Tita, temenku, banyak yang mengamen karena disuruh oleh orang tuanya. Aku kan bisa bertanya padanya bagaimana caranya mengamen itu?” 62
Setelah itu Dini langsung mencari temannya yang bernama Tita. Ia sampai lupa jika hari sudah hampir tengah malam. Dini berteriak dengan kerasnya, “Tita..., Tit, Tit, Tita...!!.” Tanpa babibu, mendaratlah sebuah bantal untuk Dini dari tetangga Tita dengan teriakan, “Hei, apa kamu nggak punya jam di rumah? Sekarang itu sudah waktunya tidur, ngapain sih teriak malam-malam?” Setelah teriakan tetangga rumah Tita, akhirnya Tita keluar dari rumahnya sambil berkata, “Ngapain sih Din, malam-malam kayak gini, kamu panggil-panggil namaku? Kangen ya sama aku?” “Idih, nggak lah yau…. Jijai bajai tahu….” Gurau Dini. “Aku tuh mau tanya sama kamu, gimana sih caranya ngamen? Aku pingin ngamen nih.” Jelas Dini. “Oalah, itu to masalahnya. Kenapa sih nggak besok aja? Besok aja aku ke rumahmu dan ajak kamu untuk mengamen. Sekarang kamu pulang dulu. Kamu tadi sudah menerima hadiah kan dari tetanggaku. Dilempar apa kamu tadi?” Ujar Tita sambil sedikit berbisik. “Bantal.” Kata Dini. “Ehm, untung bantal, kemarin ada saudara tetanggaku yang ingin mengabarkan kalau istrinya sudah melahirkan, dilempar sama sepatu. Uh…apa nggak sakit tuh?. Udah deh, mending sekarang kamu pulang daripada dapatin hadiah yang lain dari tetanggaku. Aku janji deh, sebelum aku berangkat ngamen, aku ke rumahmu. Ok.” Jelas Tita. “Ok deh.” Ucap Dini dengan pelan karena takut mendengar cerita Tita mengenai tetangganya. Setelah berpamitan dengan Tita, Dini pun segera pulang ke rumah. Di jalan ia berpikir, “Kalau aku tadi ditimpuk sepatu…… Ih……nggak kebayang nih, kepalaku jadi apa, jadi sebesar bola sepak kali, karena saking besarnya benjolnya.” 252
Keesokan harinya, setelah ibunya berangkat kerja, beberapa menit kemudian Tita datang sesuai dengan janjinya. Tanpa menunggu dipersilahkan duduk Tita langsung duduk di kursi ruang tamu di rumah Dini yang memang cuma 2 buah. Serempak dengan Tita duduk, kursi itu berderik dengan kencang karena kereotannya. “Nah, kalau gini ngomonginnya kan enak. Emangnya kenapa sih kamu mau ngamen. Kan ibumu tidak menyuruhmu untuk mengamen seperti orang tuaku?” Tanya Tita. “Justru itu, aku tidak mau ibuku tahu kalau aku mengamen, makanya aku tanya kamu gimana caranya mengamen. Karena selama ini, semenjak ayahku meninggal, aku merasa ibuku terlalu berat menanggung beban hidup kami berdua sendirian. Selain itu aku juga ingin dapat uang untuk biayaku masuk sekolah.” Ucap Dini. “Memangnya ibu kamu ngebolehin kamu untuk sekolah?” Tanya Tita. Dini hanya mengangguk. “Ih….enak ya kamu, ibu kamu bolehin kamu sekolah. Orang tuaku nggak bolehin aku sekolah. Kata ayahku, ‘Ngapain sih sekolah, kerja kan enak bisa dapat duit. Kamu nggak lihat apa, kalau bapak dan ibu susah payah untuk menghidupi kamu dan kelima saudaramu? Kakak-kakakmu saja tidak pernah protes untuk bekerja mencari uang.’ Gitu kata ayahku.” Ucap Tita sambil menirukan ucapan dan tingkah ayahnya. “Ih….waw….ngomong sih boleh bersemangat tapi jangan pake kuah donk. Hehehehe.” Gurau Dini. “Ih, kok gitu sih??. Aku nggak bakalan ajarin kamu ngamen lo!.” Ucap Tita sambil cemberut. “Ah, aku kan cuma bercanda kok. Ayo ah, kita segera pergi ngamen. Jadi kamu nggak perlu cuma jelasin gimana caranya ngamen tapi juga langsung praktek ngamennya juga.” Canda Dini. “Ok deh, kalau gitu. Let’s go!!.” Kata Tita. “Widih canggih bener kata-kata kamu. Dapat darimana tuh?.” Canda Dini lagi. “Ah, jangan gitu donk. Aku kan tahu kata-kata itu sendiri, nggak dapat dari mana-mana. Tapi tahunya dari orang-orang sih. Hehehehe.” Balas canda dari Tita. “Udah ah, kalau bercanda terus kapan kita berangkat ngamennya. Nanti keburu ibuku pulang kerja.” Kata Dini. “Ok deh.” Sahut Tita. 331
Selama perjalanan ke tempat biasanya Tita ngamen, Tita menjelaskan bagaimana caranya mengamen yang baik dan benar kepada Dini. “Langkah pertama untuk mengamen dengan baik dan benar adalah…” penjelasan Tita belum selesai, tiba-tiba Dini memotong penjelasan Tita, “Walah pake langkah-langkah yang baik dan benar. Memangnya kita ini mau bikin makalah apa?. Hehehe.” “Lo, kita sebagai pengamen yang berkualitas harus memperhatikan prosedur yang baik dan benar. Mau dilanjutin nggak?.” Tanya Tita. “Mau-mau.” Jawab Dini. 87
“Pertama kita harus mempersiapkan alat musik dan vokal kita, agar para pendengar kita tidak kecewa telah memberi kita uang. Kemudian langkah yang kedua, cari lokasi yang ramai, seperti pepatah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Jadi kita sekali ngamen tapi yang kita mintai uang banyak orang jadi nggak sekali ngamen dapatnya cuma sekali. Udah gitu kita tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga, seperti yang ngamen-ngamen dari rumah ke rumah alias door to door yang terkadang udah nyanyi lama tapi nggak dapat apa-apa. Cie….bahasaku bagus ya. Baru belajar nih dari omongan orang lain.“ gurau Tita. Dini hanya bisa menggeleng melihat tingkah temannya. 105
“Yang ketiga, kita cari tempat yang tidak terlihat pengamen lainnya sedang mengamen. Sehingga tempat itu merupakan lahan kita untuk mengamen. Yang keempat, kita tidak boleh merebut lahan pengamen lain. Misalnya mereka sedang mengamen, kita tiba-tiba ikut mengamen. Itu nggak boleh, karena dalam dunia mengamen juga ada tata kramanya. Kalaupun memang di tempat itu merupakan tempat dari langkah pertama, yang ramai, tetapi sedang ada pengamen lain yang sedang mengamen, ya kita coba cari tempat yang lain dulu, baru kemudian kembali lagi ke tempat itu untuk mengamen. Lalu yang kelima, jangan pernah ngamen di lampu merah. Karena selain berbahaya, tempat itu juga bukan tempat yang sesuai dengan langkah pertama, tapi juga takutnya kalau-kalau ada trantip lewat, kita bisa dibawa ke lembaga permasyarakatan. Gitu langkah-langkah yang harus dilakukan pengamen yang baik dan benar. Sekarang kamu sudah ngerti belum?.” Jelas Tita panjang lebar. Dina hanya bisa menggeleng karena dia memang tidak mengerti apa yang harus dia lakukan karena saking panjangnya langkah-langkah yang harus ditempuhnya untuk menjadi pengamen. “Aduh, gila aja lo….. Aku udah jelasin panjang lebar, kamu nggak ngerti sama sekali. Ya udah deh, biarkan waktu yang menjelaskannya padamu. Nanti kamu juga bakalan ngerti sendiri. Ayo, sekarang kita mulai mengamen. Lihat!! Halte itu kelihatannya ramai, kita ngamen di sana aja untuk kerja mengamenmu yang pertama kali. Nih, kecrekannya, udah aku bawain. Kalau para tentara pistol kan senjata wajib mereka, kalau ini merupakan senjata wajibnya bagi para pengamen.” Kata Tita sambil menyerahkan kecrekannya. 245
Segera saja mereka menuju halte tersebut sebelum ada pengamen lain yang mengambil lahan mereka. Saat mereka sedang asyik mengamen, tiba-tiba datang segerumbulan anak berseragam sekolah datang di halte tersebut. Dini memandang mereka dengan terpaku, hingga ia lupa jika ia sedang mengamen sehingga bunyi ngamenan mereka nggak karuan. Tita yang mengetahui hal tersebut, langsung meminta uang saja kepada orang-orang yang ada di halte tersebut sebelum mereka marah-marah karena ngamenan mereka tidak bagus, lalu menarik Dini yang sedang terpaku menatap anak-anak tadi. 85
“Kamu kenapa sih Din?. Kok melamun di saat karier kamu sebagai pengamen baru dimulai?. Nanti itu bias membuat kariermu tidak akan awet.” Tanya Tita. Dini hanya diam saja dan masih terlihat melamun. Tita pun menggoyang-goyangkan badan Dini. Dini baru tersadar dan berkata, “Eh, ada apa Tit?. Lho kok kita udah selesai ngamen di haltenya?. Memangnya kita sudah dapat uangnya?.” “Aduh Din, gini nih, kalau kerja sambil melamun. Ngamen di haltenya sudah selesai. Nih uangnya kalau nggak percaya.” Tita menyodorkan tempat uang mereka. “Kamu kenapa sih melamun?.” Tanya Tita. “Nggak aku nggak melamun. Kamu tadi lihat kan ada sekelompok anak yang kelihatannya akan berangkat sekolah?.” Tanya Dini. “Lihat, memangnya kenapa?.” Sahut Tita dengan penasaran. “Aku cuma berpikir, apa aku bisa seperti mereka? Aku juga membayangkan akan seperti apakah aku saat mengenakan seragam itu?.” Ucap Dini. “Walah itu to yang kamu pikirin.” Kata Tita sambil memukul kepalanya. “Capek deh! Hal itu nggak usah kamu pikirin sekarang. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah gimana caranya mendapatkan uang yang cukup untuk membantu ibumu mendaftarkan kamu sekolah.” Jelas Tita. “Ayo kita ngamen lagi. Itu ada tempat yang ramai lagi.” Ajak Tita dan Dini hanya ikut menurut saja.
Setelah beberapa jam mereka mengamen dan dirasa hasil mengamen mereka sudah cukup untuk hari ini, mereka pun beristirahat sambil menghitung hasil kerja keras mereka. “Waduh hebat banget kamu Din, baru pertama ngamen hasilnya sudah sebanyak ini.” Puji Tita pada Dini. “Ah, nggak ini semua juga berkat kamu.” Balas Dini. Saat mereka sedang asyik mengobrol tiba-tiba datang segerombolan anak pengamen menghampiri mereka. “Eh, Tita kamu sama siapa tuh? Kayaknya aku kita belum pernah bertemu dengannya?. Iya nggak teman-teman?.” Tanya salah seorang dari mereka dan dijawab serentak oleh anak-anak yang lain. “Ini temanku Dini, dia baru kali ini ngamen. Memangnya kenapa?.” Jawab Tita. “Oh…pantes, kelihatan nggak berpengalaman. Kamu ngapain ngamen?.” “Aku mengamen karena aku ingin membantu ibuku mengumpulkan uang untuk membiayaiku masuk sekolah.” Jawab Dini. Tiba-tiba mereka menertawakan Dini, “Hahahahaha. Ngapain kamu sekolah kan lebih baik cari duit untuk kita senang-senang. Aku aja disuruh orang tuaku sekolah, tapi nggak mau sekolah. Kita ini kan anak dari keluarga yang tidak mampu, ngapain repot-repot sekolah nanti malahan nambah beban ortu kamu. Kalau kamu tujuannya kayak gitu mendingan bggak usah mengamen, ngurangi jatah kita aja. Ya nggak teman-teman?.” Dan seperti sebelumnya anak-anak yang lainnya cuma mengiyakan. “Memangnya kamu sudah memberi tahu orang tua kamu kalau kamu mengamen?.” Tanya anak itu lagi. “Belum, memangnya kenapa?.” Jawab Dini. “Wah, kesempatan nih, aku bakalan bilangin orang tuamu biar kamu nggak dibolehin ngamen jadi jatah kita tetap. Ya nggak teman-teman?.” Dan seperti yang tadi-tadi anak-anak yang lainnya cuma mengiyakan.”Jangan kasih tahu ibuku!!” teriak Dini. “Ayo teman-teman kita pergi!” kata anak itu. “Sudahlah Din, kamu nggak usah mikirin kata-kata Sela. Dia memang sok berkuasa diantara para pengamen yang lain. Ayo sekarang kita cari makan dulu baru kemudian kita pulang. Sebelum ibu kamu pulang. Oh ya, nih uang ngamennya. Untuk kamu saja, kamu lebih membutuhkannya.” Tita menyerahkan uang hasil mengamen mereka kepada Dini. “Tapi nanti kamu gimana kalau ditanyain ortu kamu soal hasil mengamen hari ini?.” Tanya Dini. “Ala….nggak usah dipikirin. Aku sih masih ada simpanan, kalau nggak ya aku bilang aja kalau uangnya sudah aku gunain untuk yang lainnya. Orang tuaku nggak bakalan marah, yang penting itu aku nggak ngerepotin mereka.” Kata Tita. “Makasih ya Tit. Kalau gitu ayo cari makan, aku yang traktir deh. Kan hari ini hari pertama aku dapat penghasilan sendiri.” Kata Dini. “Ayo….tapi aku nggak tanggung kalau aku makannya banyak lo ya!.” Gurau Tita. “Oke deh, terserah kamu.” Jawab Dini.
Sesampainya di rumah ternyata ibunya sudah menunggunya di ruang tamu dan mengetahui Dini telah datang ibunya segera bangkit dari kursi dan bertanya kepada Dini, “Habis dari mana kamu, jam segini baru pulang?.” “Habis jalan-jalan sama Tita bu.” Jawab Dini. “Ibu dengar dari anak-anak yang lain kalau kamu hari ini pergi mengamen, apa betul itu?.” Tanya ibu Dini semakin galak. “I…iya bu.” Jawab Dini dengan ketakutan. “Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu mau ngamen? Ibu kan jadi khawatir kalau terjadi sesuatu sama kamu. Memangnya kenapa kamu mau mengamen?.” Ucap ibu Dini dengan lembut, berbeda dengan yang dipikirkan Dini kalau-kalau ibunya bakalan marah besar dengannya. “Aku ingin membantu ibu untuk mengumpulkan uang agar aku bisa bersekolah.” Jawab Dini tanpa ragu-ragu. “Kamu benar-benar ingin membantu ibu?” Tanya ibu Dini dan Dini hanya mengangguk. “Oh… terima kasih ya nak, kamu sudah mau membantu ibu. Ibu akan merestui apa yang akan kamu lakukan nak. Sekarang sudah malam, kamu tidur sana. Biar kamu besok dapat berangkat ngamen lebih pagi dan mendapatkan uang yang lebih banyak daripada hari ini.” Ucap ibu Dini. Dini pun berpamitan pada ibunya untuk tidur.
Keesokannya Dini yang menjemput Tita. Tita pun bingung, “Lho, bukannya kamu harus nunggu ibu kamu berangkat kerja dulu. Kok sekarang kamu malah yang jemput aku sepagi ini.” “Ah, itu semua karena si Sela yang memberitahukan kalau aku mengamen kepada ibuku. Aku pikir ibuku akan marah. Eh, ibuku ternyata malah mendukungku.” Ucap Dini. “Oh…. Ya udah ayo kita ngamen sekarang.” Ajak Tita. Mereka pun segera mengamen di tempat-tempat yang ramai. Saat mereka sedang beristirahat, seperti kemarin, mereka bertemu dengan Sela dan teman-temannya. Sela berkata, “Eh, kamu lagi. Anak pengamen yang mau sekolah. Kenapa kamu masih di sini?. Kan aku sudah memberitahu ibumu.” Dini pun menjawabnya, “Kalau aku masih mau di sini memangnya kenapa?. Oh, ya makasih atas pemberitahuanmu pada ibuku, karena dengan begitu ibuku malah merestui aku.” Ejek Dini sambil menjulurkan lidahnya. Sela dan teman-temannya pun langsung bergegas pergi sambil membawa malu. “Wah, hebat kamu Din. Kamu bisa membuat Sela dan teman-temannya pergi dengan muka cemberu seperti itu.” Kata Tita memberi tepuk tangan untuk Dini. “Udah ah, nggak usah ngomongin mereka lagi. Kita ngamen lagi yuk!.” Kata Dini. Akhirnya mereka pun melanjutkan ngamennya.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, minggu pun menjadi bulan, saat pendaftaran sekolah pun dimulai dan uang yang dikumpulkan oleh Dini dan ibunya pun telah cukup. Mereka telah membeli seragam sekolah, buku-buku bekas, dan pensil yang hampir habis serta peralatan sekolah lainnya. Inilah hari pertama sekolah bagi Dini. Hari pertama ini merupakan hari yang menyenangkan baginya karena ia akan mendapatkan teman-teman yang baru. Dan akhirnya karena kecerian, kehangatan, serta sifatnya yang menyenangkan dihadapan teman-teman barunya, ia segera mendapatkan banyak teman. Tanpa terasa sudah saatnya ia pulang sekolah.
Sesampainya di rumah, Dini segera berganti pakaian dan mengambil senjatanya sebelum ia berperang untuk mendapatkan uang. Dia mencari Tita di tempat biasanya mereka mengamen untuk menjelaskan pengalaman hari pertama sekolahnya. Akhirnya Dini menemukan Tita di tempat tersebut dan Tita pun kaget melihat Dini lalu bertanya, “Lho, kamu kok ada di sini? Kan kamu harusnya sekolah? Terus katanya ngamen cuma buat cari uang untuk masuk sekolah?. Kok masih ngamen sih katanya hari ini udah mulai sekolah?.” Tanya Tita panjang lebar. Dini pun menjawabnya, “Waduh, kamu tanya kok kanyak peluru yang ditembakkan aja. Dor-dor-dor-dor…. Nggak ada jedanya.” Dengan monyongnya Dini menirukan bunyi peluru dan berkata lagi, “Memang sih hari ini aku sudah masuk sekolah, tapi karena hari pertama pulangnya agak cepat. Aku ngamen itu memang awalnya hanya untuk mencari uang untuk membantu ibuku mencari biaya masuk sekolah, tapi aku pikir-pikir selama aku sekolah kan pasti juga membutuhkan biaya yang lain-lain, makanya aku masih pingin ngamen agar beban ibuku tidak terlalu berat. Selain itu nanti kalau aku nggak ada, kamu nanti kangen ma aku Tit.” Canda Dini. “Ih…narsis banget sih kamu. Bukannya kamu yang bakalan nggak bisa tidur karena nggak ketemu aku. Hehehehe.” Balas Tita. “Ih…waw….nggak banget deh.” Kata Dini. Mereka pun mulai bercanda-canda kembali.
Beberapa hari di sekolah sangat menyenangkan bagi Dini. Dia mudah sekali akrab dengan anak yang lain. Selain itu kepintarannya juga membuatnya semakin hari semakin banyak saja teman Dini. Karena hal tersebut akhirnya ada salah satu teman Dini, yang bernama Fia anak yang kaya tapi mempunyai teman sedikit, iri kepadanya. Bersama teman-temannya yang lain, yang sama-sama anak dari orang kayanya. “Hei….lihat tuh anak lusuh. Kenapa dia bisa punya teman sebanyak itu?.” Tanya Fia. “Ya, kenapa sih? Apa juga yang diunggulin dari dirinya?. Barang-barangnya biasa-biasa saja dan tidak bisa untuk dipamerin.” Kata salah satu teman Fia. “Kita kerjain dia yuk!.” “Kita cari aja topik untuk membuat dia jelek di mata anak-anak yang lain.” Sampai dengan pulang sekolah, mereka belum menemukan apa yang akan mereka lakukan terhadap Dini. “Gimana nih, udah waktunya pulang sekolah tetapi kita belum mengerjai dia?.” Kata Fia. “Udah deh, nggak usah kita pikirin dulu si anak lusuh itu. Kita pergi ke mal yuk! Aku pingin beli peralatan sekolah yang baru nih.” Kata salah satu teman Fia. “Ok deh.” Ucap mereka serempak.
Saat Fia dan teman-temannya akan pulang dari mal, mereka melihat di warung dekat pintu keluar mal, ada Dini yang sedang mengamen. Fia pun langsung berkomentar, “OMG, Oh My Good. Ternyata miss supel itu seorang pengamen!!.” “Wah, ini nih namanya berita besar. Kita harus segera berbuat sesuatu untuk memberitahu anak satu sekolah bahwa miss supel itu ternyata seorang pengamen, sehingga nggak akan ada anak yang mau dekat-dekat dengan dirinya lagi.” Kata salah satu teman Fia. “Beres deh.” Kata teman-teman Fia yang lain.
Keesokan harinya, sesampainya di sekolah Dini merasa ada yang aneh dengan dirinya karena semua anak menatapnya seolah-olah dia adalah alien. Sesaimpainya di kelas, Dini segera bertanya kepada Bianka, yang merupakan teman sebangkunya dan sahabatnya di sekolah ini, mengenai apa yang terjadi, “Bi, ini ada apa sih? Kok aku merasa semua anak memandangku aneh?.” “Apa benar kamu seorang pengamen?.” Tanya Bianka. “Memang iya, kamu nggak suka kalau aku seorang pengamen?.” Tanya Dini. “Enggak sih, aku suka kamu apa adanya. Tapi kenapa kamu tidak pernah memberitahu kami?.” Kata Bianka. “Kan kalian enggak tanya. Memangnya kenapa sih kalau aku pengamen?.” Tanya Dini. “Gini aja deh ikut aku, aku tunjukin sesuatu.” Ajak Bianka. Mereka pergi menuju lokasi madding di mana di madding tersebut terdapat tulisan yang besar, TERNYATA MISS SUPEL, DINI, MERUPAKAN SEORANG ANAK PENGAMEN JALANAN YANG IDENTIK DENGAN KEKERASAN DAN MENGHALALKAN SEGALA CARA UNTUK MENDAPATKAN SEGALA SESUATUNYA. MUNGKIN BARANG-BARANG DAN KEPINTARANNYA ITU DIKARENAKAN IA DAPAT DENGAN KEKERASAN. BERHATI-HATILAH KALIAN SEMUA. Itulah isi dari madding tersebut, “Pantas saja mereka semua memandangku aneh. Meskipun aku seorang pengamen aku nggak seperti itu. Kamu percaya itu kan Bi?.” Dini mencoba membela diri. “Aku percaya kok sama kamu. Ya udah biarin aja hal itu nggak usah dipikirin mungkin seminggu lagi mereka bakalan lupa.” Bianka mencoba menghibur Dini.
Seminggu telah berlalu tetapi nggak ada perubahan di sekolah Dini. Anak-anak yang lain masih menjaga jarak dengan Dini. Dini yang bingung pun bertanya kepada Bianka, “Bi, gimana nih?. Masak selamanya kayak gini?.” “Aku punya ide, gimana kalau kamu buktikan kalau kamu bisa melakukan hal yang tidak semua orang bisa? Misalnya seperti mengikuti lomba puisi, karena sebentar lagi akan ada lomba puisi untuk mewakili kelas di tingkat provinsi dan aku tahu kamu bisa berpuisi serta membuat puisinya. Jadi tunjukkan kalau kamu bisa melakukan hal itu tanpa melakukan kekerasan seperti yang mereka tuduhkan. Kamu harus berusaha untuk menghentikan ini semua.” Kata Bianka. Akhirnya lomba puisi pun tiba dan saat Dini membaca puisi yang ia buat sendiri, anak-anak yang lain pura-pura tidak mendengarkan. Tapi mereka akhirnya terpesona juga dengan puisi dan cara Dini membacakannya walaupun tidak ada tepuk tangan untuk Dini, Dini cukup puas karena ternyata anak-anak yang lain masih memperhatikannya.
Hasil lomba pun telah ditentukan bahwa yang mewakili sekolah untuk tingkat provinsi adalah Dini. Tak ada tepuk tangan dari anak yang lain, yang ada hanyalah teriakan “Huuuuuuuuu.” Tapi Dini tidak putus asa, dia terus berusaha, karena ia telah diberi mandate oleh sekolahnya. Dan ternyata tanpa Dini duga, tingkat provinsi dia pun dipilih untuk menjadi wakil provinsi untuk menuju tingkat nasional. Anak-anak yang percaya mengenai tulisan di madding waktu itu, mulai ragu, masak sampai dengan tingkat nasional Dini menggunakan kekerasan. Pengumuman pemenang tingkat nasional pun diumumkan dan ternyata Dinilah yang menjadi pemenangnya. Betapa gembiranya Dini, ia yang tujuannya hanya untuk membuktikan kepada teman-teman satu sekolahnya, karena jirih payahnya ia malah mendapatkan hal yang melebihi dari yang ia inginkan.
Pihak sekolah sangat bangga terhadap Dini, selesai upacara, Dini dipersilakan memberikan kesan dan pesannya. Dini pun memulainya, “Puji syukur kehadirat Tuhan YME, karena hanya dengan rahmat-Nyalah saya bisa seperti ini. Selanjutnya terima kasih kepada ayah saya yang telah tiada yang selalu memberi motivasi saya untuk selalu bersekolah dengan rajin dan ibu saya yang telah membiayai saya selama ini seorang diri. Kemudian kepada bapak-ibu guru yang telah memberikan bimbingan kepada saya. Selain itu teman-teman yang selalu memberi support untuk saya. Ehm… sebenarnya saya mengikuti lomba ini untuk membuktikan kepada teman-teman bahwa hal yang membuat kalian menjauhi saya itu adalah salah besar. Saya memang seorang pengamen, dikarenakan saya ingin membantu orang tua saya yang tinggal ibu saya, agar tidak terlalu berat menganggung beban kami berdua. Kan pengamen juga berhak untuk sekolah, lagipula mengamen itu pekerjaan yang halal. Tapi ternyata Tuhan memberi saya lebih dengan kemenangan ini. Setelah ini terserah kalian akan bersikap seperti apa kepada saya. Baiklah atas perhatiannya, sekian dan terima kasih.”
Lalu terdengar tepuk tangan yang riuh rendah dari anak yang lain. Serta ucapan-ucapan selamat dan minta maaf atas sikap mereka selama ini kepada Dini. Tak terkecuali Fia dan teman-temannya. “Din, maaf, sebenarnya yang menempel berita seperti itu di madding adalah kami.” Ucap Fia. “Maafkan kami yang telah meremehkanmu karena kami iri kepadamu. Maafkan kami ya?.” Ucap teman Fia. Lalu serempak Fia dan teman-temannya berkata, maafkan kami ya?.” “Ya, aku menghargai keberanian kalian untuk berkata jujur dan meminta maaf. Aku juga nggak terlalu memikirkan siapa yang melakukan ini tapi bagaiman cara menyelesaikan masalah ini.” Ucap Dini dengan bijak. ”Ah, akhirnya selesai juga ya masalahnya Bi. Ide kamu top cer banget.” Ucap Dini dengan lega. “Yup, betul sekali. Bianka gitu loh.” Kata Bianka dengan berlagak sombong.
Sepulang sekolah, seperti biasa Dini pergi mengamen bersama Tita, tiba-tiba mereka bertemu dengan Sela dan teman-temannya. Tanpa ba-bi-bu, Sela langsung meraih tangan Dini sambil berkata, “Selamat ya, kamu hebat. Aku melihat kamu di TV saat final lomba puisi tingkat nasional kemarin. Maafkan aku yang telah mengejekmu karena keinginanmu untuk sekolah. Sekarang aku malah ingin sekolah seperti kamu. Belum lulus sekolah aja sudah dapat uang sendiri, banyak pula dari hadiah menang lomba. Tolong ajarin aku donk! Aku juga pingin pintar seperti kamu.” Kata Sela. Dini pun menjawabnya dengan bijak, “Yang penting kamu harus belajar dengan rajin dan jangan putus asa saat menghadapi rintangan.” “Iya, aku baru sadar sekolah itu penting dan berlaku untuk siapa saja, tak terkecuali pengamen dan aku akan berusaha. Tolong bantuannya ya!.”

CREATED BY :
DAD

“METODE CERAMAH”

Metode ceramah merupakan metode yang cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau menjelaskan langsung kepada sekelompok siswa. Dalam bentuk penyampaiannya, metode ceramah sangat sederhana dari mulai pemberian informasi, klarifikasi, ilustrasi, dan menyimpulkan.

1. Langkah-Langkah Metode Ceramah
Langkah-langkah dalam melaksanakan metode ceramah ialah sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Merumuskan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan, oleh sebab itu merumuskan tujuan yang jelas merupakan langkah awal yang harus dipersiapkan guru. Apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran dengan ceramah berakhir.
Menentukan pokok-pokok materi yang diceramahkan. Keberhasilan suatu ceramah sangat tergantung kepada tingkat penguasaan guru tentang materi yang akan diceramahkan. Oleh karena itu, guru harus mempersiapkan pokok-pokok materi yang akan disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Dalam penentuan pokok-pokok ini juga perlu dipersiapkan ilustrasi-ilustrasi yang relevan untuk memperjelas informasi yang akan disampaikan.
Mempersiapkan alat bantu. Alat bantu sangat diperlukan untuk menghindari kesalahan persepsi dari siswa. Alat bantu tersebut misalnya dengan mempersiapkan transparansi atau media grafis lainnya untuk meningkatkan kualitas ceramah.
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan:
Langkah pembukaan
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam langkah pembukaan ini, yaitu :
1. Yakinkan bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, guru perlu mengemukakan terlebih dahulu tujuan yang harus dicapai oleh siswa. Mengapa siswa harus paham akan tujuan yang ingin dicapai? Oleh karena tujuan akan mengarahkan segala aktivitas, dengan demikian penjelasan tentang tujuan akan merangsang siswa untuk termotivasi mengikuti proses pembelajaran melalui ceramah itu.
2. Lakukan langkah apersepsi, yaitu langkah menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Guna langkah apersepsi dalam langkah pembelajaran ini adalah untuk mempersiapkan secara mental agar siswa mampu dan dapat menerima materi pembelajaran. Ibarat dalam sebuah pesta, kita akan merasa tenang dan kerasan tinggal di pesta manakala seluruh tamu undangan beserta tuan rumahnya kita kenali dan bahkan akrab dan bersahabat. Sebaliknya, kita ingin cepat keluar atau pulang, bahkan kita tidak ingin menghadiri atau datang ke pesta itu manakala ruan rumah dan seluruh tamu undangan tidak kita kenali. Nah, demikian juga dengan langkah apersepsi. Langkah ini pada dasarnya langkah untuk menciptakan kondisi agar materi pelajaran itu mudah masuk dan menempel di otak.
Langkah penyajian
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran dengan cara bertutur. Agar ceramah kita berkualitas sebagai metode pembelajaran, maka guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang sedang disampaikan. Untuk menjaga perhatian ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
3. Menjaga kontak secara terum-menerus dengan siswa. Kontak mata adalah suatu isyarat dari guru agar siswa mau memerhatikan. Selain itu, kontak mata juga dapat berarti sebuah penghargaan dari guru kepada siswa. Siswa yang selalu mendapatkan pandangan dari guru akanmerasa dihargai dan dieprhatikan. Usahakan walaupun guru harus menulis di papan tulis kontak mata tetap diperhatikan dengan tak berlama-lama menghadap papan tulis atau membuat catatan yang panjang di papan tulis.
4. Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa. Oleh sebab itu, sebaiknya guru tidak menggunakan istilah-istilah yang kurang populer. Selain itu, jaga intonasi suara agar seluruh siswa dapat mendengarnya dengan baik.
5. Sajikan materi pembelajaran secara sistematis, tidak meloncat-loncat, agar mudah ditangkap oleh siswa.
6. Tanggapilah respon siswa dengan segera. Artinya, sekecil apapun respon siswa harus kita tanggapi. Apabila siswa memberikan respon yang tepat, segeralah kita beri penguatan dengan memberikan semacam pujian yang membanggakan hati. Sedangkan, seandainya siswa memberikan respon yang kurang tepat, segeralah tunjukkan bahwa respon siswa perlu perbaikan dengan tidak menyinggung perasaan siswa.
7. Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. Kelas yang kondusif memungkinkan siswa tetap bersemangat dan penuh motivasi untuk belajar. Cara yang dapat digunakan untuk menjaga agar kelas tetap kondusif adalah dengan cara guru menunjukkan sikap yang bersahabat dan akrab, penuh gairah menyampaikan materi pembelajaran, serta sekali-sekali memberikan humor-humor yang segar dan menyenangkan.
Langkah mengakhiri atau menutup ceramah
Ceramah harus ditutup agar materi pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak terbang kembali. Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat materi pelajaran. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk keperluantersebut diantaranya:
8. Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan.
9. Merangsang siswa untuk dapat menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan.
10. melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran yang baru saja disampaikan.

2. Keunggulan Metode Ceramah
Keunggulan dari metode ceramah ialah sebagai berikut:
1. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain, seperti metode demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah, dapat diartikan bahwa metode ceramah ini hanya mengandalkan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.
3. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan.

3. Kelemahan Metode Ceramah
Kelemahan dari metode ceramah ialah sebagai berikut:
Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru.
Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah ”penyakit” yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam proses penyajiannya guru hanya mengandalkan bahasa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Sedangkan, disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya.
Guru yang kurang memeiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi, walaupun secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental siswa sama sekali tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran, pikirannya melayang ke mana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur guru tidak menarik.
Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan, dan tidak ada seorang pun yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
Metode ini sulit bagi siswa yang kurang memiliki kemampuan menyimak dan mencatat dengan baik dan kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi secara total. Materi pelajaran lebih cenderung pada aspek ingatan dan proses pembelajaran ada pada otoritas guru.


4. Mata Pelajaran yang Sesuai dengan Metode Ceramah
Mata pelajaran yang sesuai dengan metode ceramah adalah mata pelajaran IPS dan PKn. Karena di dalam mata pelajaran tersebut dibutuhkan penyampaian materi guru secara lisan dan baru kemudian dapat dinalarkan oleh siswa sendiri. Terutama di dalam mata pelajaran IPS dan terlebih dikhususkan lagi, yaitu pada pelajaran sejarah. Karena dalam mata pelajaran sejarah, telah diketahui bahwa pelajaran sejarah membahas mengenai perjalanan masa lalu. Karena itu sebagai guru yang lebih dahulu lahir dari para siswa, guru lebih memahami materi sejarah dibandingkan para siswa. Sehingga guru akan berusaha menjelaskan materi terlebih dahulu baru kemudian siswa dapat mereka-reka kejadian yang telah dijelaskan oleh guru.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Definisi Pendidikan Multikultural (Apa itu Pendidikan Multikultural?)
Secara sederhana definisi dari multikultural itu sendiri dapat dipahami sebagai keragaman budaya dalam satu komunitas. Di dalamnya terdapat interaksi, toleransi, dan bahkan integrasi-desintegrasi. Singkat kata, multikultural merupakan suatu fakta yang harus diterima dan diolah secara positif demi perkembangan kebudayaan. Konsep masyarakat multikultural diperkenalkan untuk membedakan dengan pengertian masyarakat mono kultur (mono budaya). Masyarakat mono kultur adalah masyarakat asli (archais) atau etnis yang semua anggotanya begitu baik tanpa pengecualian terikat secara paksa berdasarkan nilai-nilai yang dominan dan kuat dalam struktur masyarakatnya. Sedangkan masyarakat multikultur adalah masyarakat yang terdiri atas etnis dan kebudayaan yang beranekaragam namun hidup berdampingan. Kehidupan komunitas mereka tidak diatur oleh sistem budaya tunggal dan tertutup, melainkan terdiri atas sistem nilai yang beragam. Terbentuknya masyarakat multikultural tidak terlepas dari migrasi penduduk baru secara besar-besaran.
Sedangkan definisi dari pendidikan multikultural, secara sederhana dapat didefenisikan sebagai "pendidikan yang merupakan upaya kolektif suatu masyarakat majemuk untuk mengelola berbagai prasangka sosial tentang keragaman kebudayaan yang ada dengan cara-cara yang baik dalam lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan". Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire, pendidikan bukan merupakan "menara gading" yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Pendidikan menurutnya, harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan status sosial sebagi akibat kekayaan dan kemakmuran yang dialaminya.
Pendidikan multikultural (multicultural education) secara sempit merupakan respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Sedangkan secara luas pendidikan multikultural itu mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender, etnic, ras, budaya, strata sosial dan agama.
Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap "peduli" dan mau mengerti (difference), atau "politics of recognition" politik pengakuan terhadap orang-orang dari kelompok minoritas. Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap "indiference" (dibedakan) dan "Non-recognition" (tidak diakui) didapatkan paradigma (pandangan) pendidikan multikultural yang mencakup subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Tujuan inti dari paradigma tentang pendidikan multikultural ini adalah untuk mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas.
Istilah "pendidikan multikultural" dapat digunakan baik pada tingkat deskriftif dan teoritis, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan masyarakat multikultural. Dalam konteks deskriftif ini, maka kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti: toleransi; tema-tema tentang perbedaan kultur dan agama; bahaya diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokratis dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, yang dikenal dengan lima pendekatan, yaitu: pertama, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme. Kedua, pendidikan mengenai perbedaan-perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan. Ketiga, pendidikan bagi pluralisme (banyak) kebudayaan. Keempat pendidikan dwi-budaya. Kelima, pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.
Tujuan pendidikan multikultural menurut Moeis (2006:IM9) meliputi:
Memperkuat kesadaran multikultural, tanpa kehilangan jatidiri;
Meningkatkan kecakapan dalam interaksi lintas budaya;
Menghilangkan stereotipe, stigma (noda), rasa superioritas diri/kelompok, dan anggapan negatif lain dalam hubungan aantar kelompok;
Memperkuat kesadaran berbangsa dan bernegara dalam dalam konteks dinamika global;
Menjunjung tinggi supremasi hukum;
Meningkatkan kecakapan transformasi diri dan sosial, yang melalui tahap-tahap :
(a) Mengenali diri lingkungan dan sistem yang terkait dengan pola berpikir tentang hubungan antar budaya;
(b) Mengenali bentuk-bentuk power dan control yang mempengaruhi pola berpikir tentang hubungan antarbudaya;
(c) Menilai pengaruh-pengaruh power dan control yang muncul dalam pikiran, sikap dan tindakan tentang hubungan antar etnik, menilai mana pengaruh tersebut yang berguna dalam interaksi antar etnik, mana yang harus ditinggalkan;
(d) Mengambil tindakan transformatif (perubahan) bagi diri dan sosial berdasarkan penilaian yang tepat tentang pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dalam interaksi sosial antar budaya.

Pendidikan Multikultural di Indonesia (Mengapa di Indonesia membutuhkan Pendidikan Multikultural?)
“Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia”. Dari lagu tersebut dapat kita lihat dan juga harus kita sadari bahwa Negara kita merupakan sebuah negara yang terdiri dari banyak pulau. Keadaan geografi Indonesia sebagai negara terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara yang merupakan negara yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang besar dan dengan budaya yang sangat beragam.
Dalam konteks Indonesia, pendidikan multikultural menjadi suatu kebutuhan, karena kondisi sosial budaya bangsa dan negara Indoensia yang sangat beragam. Indonesia merupakan negara yang memiliki sekitar 17.500 pulau-pulau besar dan kecil yang membentang dari Timur hingga ke Barat dan sekitar 222,7 juta penduduk yang tersebar lebih dari 6.000 pulau. Wilayah Indonesia tersusun atas 33 propinsi, 440 kabupaten/kota, 5.263 kecamatan, serta 62.806 desa. Terdapat sekitar 300 suku bangsa dengan adat istiadat yang berbeda, mempunyai banyak kebudayaan, suku, agama dan lebih kurang dari 665 bahasa daerah yang digunakan oleh penduduk Indonesia. Sejumlah 293.419 satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA) di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, total 51,3 juta siswa dan 3,31 juta guru.
Melihat keadaan ini harus kita akui bahwa negara ini merupakan sebuah negara yang rawan akan terjadinya konflik. Berbicara tentang konflik, selama 63 tahun merdeka, bangsa ini belum berhenti dalam kecemasan akan perpecahan. Setelah kemerdekaannya sering kali terjadi ancaman akan perpecahan contohnya lahirnya gerakan DI/TII, lahirnya gerakan Papua Merdeka ataupun lahirnya RMS. Ancaman perpecahan tidak hanya terjadi karena lahirnya gerakan pemberontakan akan tetapi juga pertikaian antar suku, ras, agama bahkan lebel partai politik. Seperti yang dapat kita ingat yang terjadi di Kalimantan dimana suku Dayak berkonflik dengan suku Madura atau di Poso yang ditenggarai melibatkan dua kelompok agama yaitu Islam dan Kristen.
Sejarah telah mengisahkan bahwa pada tahun 1928 telah terdapat kesadaran bahwa negara ini merupakan negara yang bhineka dimana terlihat dalam semangat Sumpah Pemuda. Dalam sumpah tersebut tergagas ide bahwa perjuangan untuk mencapai kemerdekaan tidak hanya berasal ataupun semangat dari suatu kelompok atau golongan semata tetapi harus lebih dari itu yaitu berdasarkan semangat ke-Indonesiaan. Kemerdekaan untuk dan harus diperjuangkan oleh seluruh warga negara bangsa ini. Bhineka Tunggal Ika tidak hanya menawarkan sebuah konsep kesatuan tetapi juga menawarkan konsep untuk menyadari perbedaan yang ada. Bukan hanya kesadaran bahwa Indonesia ini harus bersatu tetapi juga melihat bahwa negeri ini akan semakin rapuh disaat hanya memfokuskan diri pada persatuan tanpa menyadari bahwa perbedaan tetaplah perbedaan yang harus juga diperhatikan.
Selain adanya perbedaan kebudayaan yang terjadi di Indonesia sendiri, tetapi juga harus berhadapan langsung pula dengan kebudayaan baru yang ‘asing’, yang berasal dari negeri seberang. Pendidikan multikultural merupakan sebuah tuntutan yang tidak dapat kita tawar-tawar lagi dalam membangun Indonesia baru dalam menjawab semua permasalahan yang telah dan akan dihadapi Indonesia di masa depan. Harus disadari gerak peradaban manusia selalu beriringan dengan pendidikan, dimana gerak budaya dan gerak pendidikan sering kali berjalan bersamaan. Oleh karena itu persiapan untuk menyambut dunia yang semakin mengglobal dan mempersiapkan generasi Indonesia Baru harus dimulai melalui pendidikan, akan tetapi bukan sekedar pendidikan yang ‘biasa’ saja sebagai jawaban akan tantangan Indonesia dewasa ini dan akan datang melainkan pendidikan yang berbasis multikultaralisme yang menjadi alat untuk menjawab tantangan manusia Indonesia masa depan dalam menjalani hidupnya sebagai warga Indonesia yang berbhineka tetapi juga dalam menjawab tantangan sebagai masyarakat global.
Pembelajaran multikultur ini menjadi penting untuk digunakan mengingat proses belajar adalah sesuatu yang tidak ada hentinya sepanjang masih hidup (long life education) sehingga bisa dipastikan bahwa tidak ada manusia yang tamat dari sekolah kehidupan. Adalah pepatah latin yang mengatakan bahwa kita belajar bukan untuk sekolah (lembaga, dengan ujian, ijazah, daftar nilai, penentuan lulus, atau tidak lulus) melainkan untuk hidup (Non scholae sed vitae discimus). Multikulturalisme adalah modal dasar dalam membangun dan mempertahankan eksistensi kebangsaan dan memperkuat semangat kebersamaan dalam menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
Pendidikan multikultural sangat tepat untuk membangun nasionalisme ke-Indonesia-an pada era global, karena pendidikan multikultural memiliki nilai inti (core value) dalam perspektif lokal maupun global yakni: (1) ketakwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa; (2) tanggung jawab terhadap negara kesatuan; (3) penghargaan, pengakuan, dan penerimaan keragaman budaya; (4) menjunjung tinggi supremasi hukum; dan (5) penghargaan martabat manusia dan hak asasi yang universal (Moeis, 2006:IM-9). Pendidikan multikultural menurut Kellner dalam Joebagio ( 2005: 356) dirancang untuk mendukung perkembangan keragaman murni dengan memodifikasi kurikulum bidang studi, baik melalui proses penyusunan, pengembangan, maupun pengayaan, yang kesemuanya itu untuk membantu peserta didik dalam memahami sejarah dan kebudayaan bangsa. Dengan demikian diharapkan melalui pendidikan multikultural peserta didik dapat mengenal kebudayaan di negaranya, terlebih-lebih seperti di Indonesia yang memiliki keragaman budaya. Nasikun (dalam Joebagio, 2005 : 358) menjelaskan bahwa dalam perspektif pembelajaran “síntesis multicultural” memiliki rasional yang paling mendasar yang diidentifikasikan ke dalam tiga tujuan, yaitu (1) attitudinal, bahwa pendidikan multikultural memiliki fungsi untuk mengembangkan toleransi kultural, penghormatan pada identitas kultural, pengembangan sikap budaya yang respossif, serta keahlian untuk melakukan penolakan konflik dan resolusi konflik; (2) kognitive, bahwa pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan akademik, pengembangan pengetahauan tentang kemajemukan kebudayaan, kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku cultural, dan kemampuan untuk membangun kesadaran tentang kebudayaannya sendiri; dan (3) instruksional, bahwa pendidikan multikultural memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan melakukan koreksi atas distorsi, stereotype, peniadaan, dan missinformasi tentang kelompok etnik dan kultural yang dimuat dalam berbagai buku dan media pembelajaran; menyediakan strategi untuk melakukan hidup di dalam pergaulan multikultural, menyediakan perangkat konseptual untuk melakukan komunikasi kultural, mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal, menyediakan teknik evaluasi, dan membantu menyediakan klarifikasi serta penjelasan tentang dinamika perkembangan kebudayaan.
Pendidikan multikultural menurut Kellner dalam Joebagio ( 2005: 356) dirancang untuk mendukung perkembangan keragaman murni dengan memodifikasi kurikulum bidang studi, baik melalui proses penyusunan, pengembangan, maupun pengayaan, yang kesemuanya itu untuk membantu peserta didik dalam memahami sejarah dan kebudayaan bangsa. Dengan demikian diharapkan melalui pendidikan multikultural peserta didik dapat mengenal kebudayaan di negaranya, terlebih-lebih seperti di Indonesia yang memiliki keragaman budaya.

Proses Pendidikan Multikultural (Bagaimana Proses Pendidikan Multikultural itu?)
Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan bisa diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan masyarakat adalah kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, kalau ingin mengatasi segala problematika masyarakat dimulai dari penataan secara sistemik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar (pembelajaran). Untuk memperbaiki realitas masyarakat, perlu dimulai dari proses pembelajaran. Multikultural bisa dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan pembelajaran berbasis multikultural. Yaitu proses pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman tatanan kehidupan masyarakat.
Ali Maksum, dalam Buku Paradigma Pendidikan Universitas, menjelaskan bahwa ciri-ciri pendidikan multikultural minimal memuat beberapa hal :
Aspek tujuan, yaitu ingin membentuk manusia beradab (budaya) dan menciptakan dan mewujudkan masyarakat yang berbudaya atau berperadaban.
Aspek metode, yaitu metode yang dilaksanakan harus mampu mewujudkan realitas yang demokratis, dalam artian menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis tertentu.
Aspek evaluasi, evaluasi lebih utuh dan kompleks yaitu meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Maksudnya evaluasi didasarkan pada tingkah laku anak didik yang terdiri dari persepsi, apresiasi dan tindakan terhadap budaya.
Atas dasar teori diatas, maka pembelajaran multikultural adalah sebuah model pembelajaran yang dapat dirancang gambaran umumnya sebagai berikut:
Pertama, falsafah yang digunakan adalah falsafah teori belajar humanistik, dan kontruktivistik, dimana proses belajar humanistik adalah proses memanusiakan manusia (siswa) dengan cara-cara yang lebih memberikan kebebasan siswa dalam mengekspresikan pengetahuannya. Sedangkan teori belajar kontruksivistik adalah bahwa belajar tidak semata-mata membangun konseptual menurut cara pandang kognitif, tetapi belajar adalah memperoleh informasi yanag dibangun melalui pengalaman di lapangan.
Kedua, cara kerja yang dipakai dalam proses pembelajaran multikultural adalah dilakukan dengan cara memberikan kesempatan munculnya ide atau gagasan dari siswa. Pemunculan gagasan atau ide dikemas dengan suasana yang menyenangkan atau tidak menakutkan, siswa belajar dengan cara kelompok (group), guru lebih banyak mengamati perilaku atau aktivitas siswa dalam berekspresi terhadap ide atau gagasannya.
Ketiga, sumber materi tidak hanya dihasilkan dari guru, tetapi berasal dari semua realitas yang ada di sekitarnya. Peran guru hanya sekedar fasilitator, mediator dan memberdayakan sarana pembelajaran agar dapat dijadikan sarana untuk mengoptimalkan pengetahuan dan pemahaman siswa.
Keempat, evalauasi tidak hanya dilaksanakan secara instan, evaluasi harus dilakukan secara simultan, utuh dan komprehensif, artinya evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar siswa memahami dan menguasai materi dari guru, tetapi evaluasi juga dimaksudkan untuk sarana evaluasi terhadap kekurangan dan kelemahan guru, sebagai acuan perbaikan kurikulum, dan sarana untuk memperbaiki segala kebijakan dalam pembelajaran.
Ada penjabaran dari beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural yang telah disebutkan dari definisi pendidikan multikultural yang termasuk dalam konteks teoritis, yaitu:
Pertama, tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan (education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab utama mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka dan justru semakin banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk melenyapkan kecenderungan memandang anak didik secara stereotip (prasangka) menurut identitas etnik mereka dan akan meningkatkan pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu "kebudayaan baru" biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa uapaya-upaya untuk mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidarits kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh situasi.
Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik dalam maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan multikulturalisme sebagai pengalaman moral manusia. Kesadaran ini mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik. Dalam konteks ke-Indonesiaan dan kebhinekaan, kelima pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang berkumpul dalam kelompok sosial dengan suatu tantangan budaya atau tradisi tertentu.
Pembelajaran berbasis multikultur dapat dimulai dengan memperhatikan pada (a) lingkungan fisik, (b) lingkungan sosial, dan (c) gaya pembelajaran.
Untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman, pendidik dapat mempertimbangkan aspek pencahayaan, warna, pengatuaran menja dan kursi, tanaman dan musik. Pendidik yang memiliki pemahaman terhadap latar belakang budaya peserta didiknya akan menciptakan lingkungan fisik yang kondusif untuk belajar.
Lingkungan sosial yang aman dan nyaman dapat diciptakan oleh pendidik melalui bahasa yang dipilih, hubungan simpatik antara pendidik dan peserta didik, dan perlakuan adil terhadap peserta didik yang beragam budayanya.
Gaya pembelajaran :
1. Melalui dialog, misalnya, pendidik dan peserta didik mendiskusikan sumbangan aneka budaya dan orang dari suku lain dalam hidup bersama sebagai bangsa. Selain itu, melalui dialog juga dapat didiskusikan bahwa semua orang dari budaya apa pun ternyata juga menggunakan hasil kerja orang lain.
2. Melalui simulasi dan bermain peran, peserta didik difasilitasi untuk memerankan diri sebagai orang-orang yang berasal dari etnik, agama, bahasa, atau status sosial tertentu dalam pergaulan sehari-hari.
3. dalam momen-momen tertentu, diadakan proyek dan kepanitian bersama, dengan melibatkan peserta didik dari berbagai etnik, agama, bahasa, status sosial, dan jenis kelamin yang beragam.
4. Melalui observasi dan penanganan kasus, pendidik dan peserta didik difasilitasi untuk tinggal beberapa hari dalam masyarakat multikultural. Peserta didik diminta untuk mengamati proses sosial yang terjadi diantara individu dan kelompok yang ada, sekaligus untuk melakukan mediasi bila ada konflik antara mereka.
Proses pendidikan multikultural di sekolah dapat dilaksanakan dengan proses sebagai berikut :
Dari aspek konsepnya, pendidikan multikultural dipahami sebagai ide yang memandang semua peserta didik tanpa memperhatikan latar etnik, religi, bahasa, status sosial,dan jenis kelamin mereka. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.
Melalui pendidikan multikultural, peserta didik yang berasal dari berbagai golongan penduduk dibimibing untuk saling mengenal cara hidup, adat istiadat, kebiasaan, memahami aspirasi-aspirasi mereka, serta untuk mengakui dan menghormati bahwa tiap golongan memiliki hak untuk menyatakan diri menurut cara masing-masing.
Dalam konteks masyarakant Indonesia, misalnya, melalui pendidikan multikultural, peserta didik dapat dibimbing untuk memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, dan untuk mengamalkan semboyan ini dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Refleksi Kecerdasan Multikultural di Indonesia
Secara umum, kompleksitas masyarakat mejemuk tidak hanya ditandai oleh perbedaan-perbedaan horisontal, seperti yang lazim kita jumpai pada perbedaan suku, ras, bahasa, adat-istiadat, dan agama. Namun, juga terdapat perbedaan vertikal, berupa hasil pencapaian yang diperoleh melalui prestasi. Indikasi perbedaan-perbedaan tersebut tampak dalam strata sosial ekonomi, posisi politik, tingkat pendidikan, kualitas pekerjaan dan kondisi permukiman.
Sedangkan perbedaan horizontal diterima sebagai warisan, yang diketahui kemudian bukan faktor dalam insiden kerusuhan sosial yang melibatkan antar suku. Suku tertentu bukan dilahirkan untuk memusuhi suku lainnya. Bahkan tidak pernah terungkap dalam doktrin ajaran mana pun di Indonesia yang secara absolut menanamkan permusuhan etnik. Sementara itu, dari perbedaan-perbedaan vertikal, tedapat beberapa hal yang berpotensi sebagai sumber konflik, antara lain perebutan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi lainnya. Selain itu juga benturan-benturan kepentingan kekuasaan, politik dan ideologi, serta perluasan batas-batas identitas sosial-budaya dari sekelompok etnik.
Berbeda dengan perbedaan horizontal, perbedaan vertikal diasumsikan sebagai faktor yang menentukan tercetusnya konflik sosial. Karena status sosial dan ekonomi serta kedudukan politik signifikan dalam setiap interaksi sosial antara kelompok-kelompok etnik. Interaksi sosial tersebut dapat bersifat positif atau negatif, yang sangat ditentukan oleh kadar perbedaan-perbedaan vertikal di antara kelompok-kelompok etnik. Dan bukan dari perbedaan-perbedaan horisontal, sebagaimana yang banyak diyakini selama ini.
Semakin tinggi posisi politik dan peran dominatif suatu kelompok etnik, akan semakin kuat menimbulkan prasangka (stereotype negative) yang menjadi sumber ketegangan dan konflik antarkelompok etnik. Apalagi kalau mengacu konsep dominatif yang lebih menekankan pada aspek kualitatif daripada aspek kuantitatifnya. Di mana suatu kelompok etnik minoritas juga berpeluang memiliki peran dominatif, jika kelompok tersebut secara substansial menguasai struktur politik atau ekonomi di daerah (negara) tertentu.
Sehingga dari pola interaksi sosial dalam masyarakat majemuk, jangan terpaku hanya pada perbedaan-perbedaan horisontal yang ada. Artinya dalam menghindari atau meminimalkan konflik hanya dengan mengatasi masalah perbedaan aspek-aspek sosial budayanya. Seperti penyatuan kelompok-kelompok sosial yang berbeda, dengan mengangkat pernik-pernik budaya daerah menjadi identitas nasional, memasyarakatkan batik sebagai identitas nasional gerakan pergantian nama dalam masyarakat Cina, , dengan penataran untuk menanamkan norma-norma bersama yang mengatur tingkah-laku, bagaimana menjadi warga negara Indonesia yang baik.
Tetapi hendaknya menaruh perhatian yang lebih pada pemecahan masalah-masalah persaingan dalam memperebutkan sumberdaya, alat-alat produksi dan akses ekonomi-politik. Karena sumber konflik sosial antara berbagai etnik atau golongan bukan didominasi oleh perbedaan horisontal. Tetapi yang lebih menonjol disebabkan oleh faktor perbedaan-perbedaan vertikal. Karena interaksi dalam perbedaan vertikal antaretnik (suku) dan golongan lebih berdimensi kalah-menang, bermuara pada munculnya kekuatan yang mendominasi dan yang didominasi. Kemudian terjadi ketidakseimbangan, prasangka dan ketegangan. Dan apabila tidak segera diantisipasi, maka kondisi itu sangat rentan dimanfaatkan oleh mereka yang tak bertanggung jawab untuk memicu konflik sosial dan kerusuhan massal.
Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk, terdiri atas suku-suku bangsa, yang baik langsung maupun tidak langsung, dipaksa bersatu di bawah kekuasaan sebuah sistem nasional. Yang mencolok dari ciri kemajemukan masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya kesukubangsaan yang terwujud dalam komunitas-komunitas suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan sebagai acuan utama bagi jatidiri individu.
Ada sentimen-sentimen kesukubangsaan yang memiliki potensi pemecah-belah dan penghancuran di antara sesama bangsa Indonesia. Antara lain karena masyarakat majemuk menghasilkan batas-batas suku bangsa yang didasari oleh stereotip dan prasangka, yang menghasilkan penjenjangan sosial secara primordial yang subyektif. Konflik antaretnik dan antaragama yang terjadi, berintikan pada permasalahan hubungan antara etnik asli setempat dengan pendatang. Konflik-konflik itu terjadi, karena adanya pengaktifan jatidiri etnik untuk solidaritas memperebutkan sumberdaya yang ada.
Dari hasil penelitian di Kalimantan dan Maluku ditemukan, karena ideologi keetnikan dan pengaktifan jatidiri etnik. Seperti yang terjadi di Sambas, preman Madura yang mengawali konflik dianggap mewakili suku Madura, sehingga konflik berkembang menjadi konflik antaretnik. Demikian pula yang terjadi di Ambon, dimana bentrokan antara penduduk Ambon dengan penduduk Buton Bugis Makassar, menjadi konflik antaragama. Akhirnya menunjukkan, bahwa masyarakat majemuk tidak pernah menghasilkan tatanan kehidupan yang egalitarian dan demokratis, melainkan berpotensi otoriter dan despotis, karena corak etniknya yang beraneka-ragam, dari feodalistis dan paternalistis sampat etnosentris.
Jadi untuk memecahkan masalah-masalah tersebut dibutuhkan suatu kecerdasan multikultural yang mana hal tersebut harus dimiliki oleh oleh peserta didik agar generasi penerus kita dapat memecahkan permasalahan yang ada agar tercipta masyarakat multikultural yang sepakat untuk selalu dekat. Dengan “sepakat untuk selalu dekat” kekisruhan dan konflik yang berlatar belakang etnis, agama, bahasa, status sosial, atau gender yang telah dapat terpecahkan dapat dihindari untuk dapat terjadi lagi. Dan guru bertugas untuk membimbing peserta didik agar mencapai hal tersebut.
Oleh sebab itu, setiap komponen bangsa harus merupakan sistem terbuka (open system). Artinya, harus selalu mengantisipasi tantangan dan pengaruh dari luar dirinya, baik terhadap tantangan regional maupun global. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan untuk merasa, kemampuan berempati, dan kemampuan pemahaman mengenai multikultural, sebagai inti dari prinsip dialogis. Dan kemampuan tersebut merupakan makna dari kecerdasan multikultural.

Pengertian Teori Belajar

Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmani, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu mengajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organism sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional, atau emosional ; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.

Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini timbullah konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistik, menekankan peranaan lingkungan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologi artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.

Teori Humanistik
Teori Humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam Dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel “What Is Humanistik Education”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa criteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “Some Education Implications of The Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidak normalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistic biasanya menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan perkembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, begaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, kesadaran, memehami perasaan orang lain kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas keterampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistic juga menoba untuk membuat pembelajaran yang membentu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistic mencoba untuk melihat dalam spectrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana akju bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik ?

Melihat hal-hal yangdihusahakan oleh para pendidik humanistic, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang menganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karekteristik yang sangat kuat yang nampak dari pada pendidik beraliran humanistik. Karena berfikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.

Selasa, 23 Maret 2010

Pembelajaran Terpadu




“FRAGMENTED MODEL (MODEL TERPECAH-PECAH)”



Apakah Fragmented model (model terpecah-pecah) itu?

Pengaturan kurikuler tradisional menentukan disiplin ilmu yang terpisah dan berbeda. Biasanya, empat bidang akademis utama diberi label pelajaran Matematika, Sains (Ilmu Alam), Bahasa, Seni, dan Sosial. Baik Seni dan Seni Praktis mengambil subyek yang tersisa yaitu, Seni, Musik, dan Pendidikan Jasmani yang mana sering dianggap “subyek lunak” ketika dibandingkan dengan “subyek berat” bidang akademis. Pengelompokkan lain menggunakan kategori disiplin Ilmu Sosial (Kemanusiaan), Ilmu Pengetahuan, Seni Praktis, dan Seni yang baik. Dalam standar kurikulum, wilayah subyek ini diajarkan dalam populasi, dengan tidak berusaha untuk menghubungkan atau mengintegrasikan mereka. Masing-masing pengetahuan adalah sebagai pengetahuan murni dalam dan dari dirinya sendiri. Walaupun ada kemungkinan keterkaitan yang baik dalam Ilmu Fisika dan Kimia, hubungan antara keduanya adalah secara implisit, tidak secara eksplisit, yang melalui pendekatan kurikulum.


Seperti apakah Fragmented model (model terpecah-pecah) itu?

Di Sekolah Menengah atau SMP, masing-masing disiplin ilmu diajarkan oleh guru-guru yang berbeda di lokasi yang berbeda di seluruh bangunan dengan siswa pindah ke ruangan yang berbeda. Setiap pertemuan terpisah disertai dengan naluri yang terpisah dan organisasi yang meninggalkan siswa dengan pandangan atau kurikulum yang terpecah-pecah. Sebuah Fragmented model (model terpecah-pecah) adalah sesuatu yang parah, dengan mata pelajaran yang masih diajarkan secara terpisah dan terpisah dari satu sama lain adalah kelas dasar. Dalam situasi ini guru berkata, “Sekarang, simpan buku-buku Matematika Anda dan keluarkan paket-paket Sains (Ilmu Pengetahuan Alam) Anda. Ini saatnya untuk bekerja pada unit Sains kita”. Jadwal harian nyatanya menunjukkan waktu yang berbeda untuk Matematika, Sains (Ilmu Pengetahuan), atau pelajaran Sosial. Jarang topik dari dua wilayah berhubungan dengan sengaja. Pemisahan subyek ini masih merupakan aturan yang kadang diisi dalam kelas mandiri.


Terdengar seperti apakah Fragmented model (model terpecah-pecah) itu?

Seorang pelajar Sekolah Menengah menjelaskan kurikulum yang terpecah-pecah seperti penyakit cacar : “Matematika bukan Sains, Sains bukan Bahasa Inggris, Bahasa Inggris bukan Sejarah. Sebuah subyek adalah sesuatu yang Anda bawa sekali dan tidak perlu mengambil lagi”. Ini seperti mendapatkan penyakit cacar : Aku sudah menyalurkan aljabarku. Aku sudah selesai dengan itu. Suatu hari seorang junior siswa Sekolah Menengah mungkin akan diminta untuk tampil di tujuh atau delapan percobaan berbagai subyek yang berbeda. Untuk mengatasi kesulitan, siswa dimungkinkan untuk memilih antara terfokus pada satu atau dua mata pelajaran yang mereka senangi dan mereka kuasai, dan melakukan hal kecil yang diperlukan untuk memperoleh nilai setiap mata pelajaran. Kami bertanya-tanya, “Apa yang siswa pelajari dalam kondisi seperti ini?” Dan “Apakah yang dibutuhkan dari suatu siswa untuk didahulukan berdasarkan pada kebutuhan peserta didik?”


Apakah keuntungan Fragmented model (model terpecah-pecah)?

Salah satu keuntungan dari Fragmented model (model terpecah-pecah) ini tentu saja, adalah bahwa kemurnian dari setiap disiplin ilmu tetap terjaga. Selain itu, instruktur mempersiapkan diri sebagai ahli dalam bidang dan memiliki kelebihan untuk menggali subyek mereka dengan baik, luas, dan mendalam. Model tradisional ini juga menyediakan sebuah zona kenyamanan bagi semua pihak karena mewakili aturan. Kita sudah terbiasa. Beban yang berlebih tidak boleh dianggap terlalu ringan. Ada nilai dalam memeriksa satu disiplin ilmu sebagai sesuatu yang terpisah dan berbeda untuk mengungkap ciri-ciri khusus dari masing-masing bidang ilmu. Model ini, meskipun terpecah-pecah memberikan pandangan yang jelas dan terpisah dari disiplin ilmu. Para ahli dapat dengan mudah menyaring keluar tujuan bidang studi mereka. Selain itu, siswa menyadari manfaat bekerja dengan seorang mentor dalam model ini.


Apa saja kerugian memakai Fragmented model (model terpecah-pecah)?

Kerugiannya adalah dua kali lipat, para pelajar menggunakan pengetahuan sendiri untuk menghubungkan mengintegrasikan konsep yang serupa. Selain itu, konsep yang berlebihan, keterampilan dan sikap pelajar yang tidak nampak dan pelajar tidak dibimbing dalam membuat hubungan, baik di dalam maupun di seluruh disiplin ilmu adalah untuk lebih melihat beberapa perubahan penelitian terbaru untuk pembelajaran yang dijembatani secara eksplisit. Juga, dalam model disiplin ilmu ini, siswa dapat dengan mudah terjebak dalam tumpukan pekerjaan rumah. Meskipun setiap guru memberikan jumlah yang wajar, dampak kumulatif bagi para siswa sangat luar biasa.


Kapan Fragmented model (model terpecah-pecah) ini digunakan?

Konfiguraasi kurikulum ini bermanfaat bagi sekolah-sekolah besar dengan populasi menyeluruh dengan menawarkan mata pelajaran inti yang menargetkan minat khusus. Hal yang paling berguna di tingkat Universitas di mana mahasiswa melakukan perjalanan di jalur studi khusus yang memerlukan pengetahuan para ahli untuk mengajar, pembimbing, melatih dan berkolaborasi. Prioritas tingkat Universitas, model ini membantu guru agar lebih fokus dalam membuat persiapan. Ini juga merupakan model yang baik bagi para guru yang ingin keluar dari prioritas kurikulum lintas bagian untuk perencanaan lintas disiplin ilmu.